Galau ? Baca Dulu Niiih

00.55 Add Comment
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan insan dengan setiap pernak-pernik dan problema. Termasuk ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hamba adalah menjadikan setiap insan mengalami rasa risau dan galau. Ya, galau. Suatu kata yang sangat populer di telinga kita.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam kesusahan.” (QS. Al Balad: 4)

Kata “al-insan (الْإِنْسَانَ)” di sini maksudnya umum. Yakni mencakup semua manusia tanpa kecuali. Ini dikarenakan adanya alif lam istighra lil jinsi, maknanya mencakup semua jenis umat manusia tanpa pengecualian. Dalam ayat ini juga dikuatkan dengan menggunakan “fii dorfiyyah“ yang menunjukkan makna “senatiasa”, yakni senantiasa tenggelam dalam kegalauan dan kesusahan.
Maka, untukmu yang sedang galau…
Jangan merasa seola-olah hanya engkaulah satu-satunya orang yang merasakan galau. Semua manusia pasti mengalami apa yang engkau alami.
Nilai-Nilai Kegalauan
Setelah kita tahu bahwa setiap manusia mengalami yang namanya galau, kita juga harus tahu bahwa galau itu beragam. Secara garis besar, nilai dari sebuah kegalauan itu ada dua, yaitu :

1. Galau yang mulia (humumun ‘aliyah)

Ini adalah galaunya orang-orang pilihan. Galaunya para nabi, para rasul, orang-orang shalih, ahlul ilmi dan ahlu ibadah. Para nabi dan rasul juga galau, tapi galaunya karena melihat fenomena dakwahnya. Mereka merasa sedih dan galau ketika ada yang menolak dakwah. Orang shalih dan ulama galau melihat kondisi dakwah dan umat. Ahli ibadah galau karena takut ibadahnya kurang, belum ikhlas, atau yang semisalnya. Kita bisa mengambil kisah kegalauan mereka dari kisah asal-usul adzan.

Maka lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa galau dengan urusan mengumpulkan kaum muslimin ketika shalat. Dan kegalauan ikut dirasa manakala semua usulan tentang panggilan itu tak berkenan di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala obati kegalauan ini dengan syariat adzan. Lihatlah bagaimana Rasul junjungan kita galau, cemas, dan resah. Akan tetapi keresahannya adalah keresahan dan kegalauan dalam dakwah.

2. Galau yang merusak ketenangan

Sebagian pihak banyak yang merasa galau dikarenakan maksiat yang dia kerjakan. Kegalauannya merusak diri dan ketenangan hidupnya. Jangan disangka ahli maksiat itu hepi-hepi saja dengan perasaannya. Maka, nilai rasa galau yang seperti ini hanyalah merusak ketenangan batin saja.

3. Galau yang perlu arahan dan pembinaan

Ini adalah rasa galau yang sering dialami kebanyakan manusia yang hidup di dunia ini. Dia galau karena permasalahan dunia yang melanda pribadinya. Galau karena dipecat, galau karena merugi usahanya, galau dan resah karena lamaran ditolak, atau kegalauan yang lain mengenai urusan dunianya.
Maka kegalauan ini perlu dibina agar menjadi sarana ketaatan dan dijauhkan dari pintu-pintu menuju kerusakan hati dan jiwa. Bukanlah esensi agama ini memberi petunjuk untuk menghilangkan kegalauan duniawi ini. Ini hal yang mustahil, karena sifat galau sudah tabiat. Tapi yang terpenting adalah bagaimana mengelola agar galaunya bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.

Terapi Galau

Untuk saudaraku yang sedang galau…
Setelah kita tahu karakteristik dan nilai kegalauan, maka butuh untuk kita kenali terapi kegalauan yang dibutuhkan. Tentu hanya kegalauan pada poin b dan c yang butuh diterapi. Kegalauan yang pertama harus tetap dipertahankan.

Untukmu yang dilanda galau karena maksiat, inilah terapi yang anda butuhkan.

1. Taubat dan istighfar

Perhatikanlah manakala Rabbmu berfirman dalam Surat An-Nur ayat 31,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.”

Maka hendaknya engkau lakukan taubat dari kemaksiatanmu dengan taubat nasuha. Tinggalkan kemaksiatan yang menyempitkan dadamu dan menyesallah dengan penyesalan yang dalam. Jangan kau ulangi dan kalau perlu tutuplah semua pintu menuju ke sana. Gantilah hari yang kau isi dengan maksiat dengan hari yang penuh ketaatan. 

Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu…” (QS. At-Tahrim: 8)

2. Meningkatkan Ketakwaan

Kegalauan hati yang kita alami terkadang menyempitkan dada dan menimbulkan masalah yang berlarut-larut. Jika hatimu sedang tertimpa rasa galau, maka obatilah dengan ketaqwaan. Lampiaskan kegalauanmu dengan aktivitas ketaqwaan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberimu ketenangan dalam galaumu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji dalam firmanNya :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)

Adapun pintu-pintu ketaqwaan sangat banyak. Maka bersegeralah mengobati kegalauanmu dengannya.
Saudaraku yang sedang galau karena dunia yang diusahakannya…
Karena perniagaan yang memeras staminanya…
Karena cintanya yang mendera jiwa…
Ataupun galau karena jodohnya belum jua tiba masanya…
Atau karena masalah dunia lainnya…
Cobalah anda segera mengobatinya
Inilah terapi bagi yang galau karena dunianya
3. Memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)

4. Memperbanyak shalat dan senantiasa sabar

Allah Subahanhu wa Ta’ala mengingatkan kita untuk menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Ini pula yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika gundah karena musibah. Beliau  shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah mutlak 2 raka’at.

5. Yakin dan optimis bahwa setiap ujian dan kesedihan akan ada kemudahan yang mengiringi.

Saudaraku, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan sesuatu senantiasa ada lawannya. Termasuk kesedihan dan kegalauan, Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan lawannya berupa kesenangan dan kelapangan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan sebanyak dua kali. Maka optimislah, tetap semangat dalam ikhtiarmu. Yakinlah, setiap masalah pasti ada akhirnya. Inilah janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa selalu ada dua kemudahan yang mengapit sebuah kesulitan.

Dan sebagai penutup pembahasan ini, perlu ditekankan bahwa terapi-terapi di atas butuh kepada unsur-unsur penguat (al-anaasir al-mutsbitah) berupa:
 
1. Istiqomah dalam ketaatannya
2. Mencintai ilmu dan mengamalkannya.
3. Memilih teman yang shalih
4. Memilih idola dan panutan yang benar
Untuk semua saudaraku yang dilanda galau
Muhasabah dan kenalilah karena apa kegalauanmu
Semoga bukan karena maksiat yang terjadi atasmu
Lekaslah kau obati dan kau terapi
Agar tak berlarut larut menyiksa diri
Agar galaumu menadi wasilah ridho ilahi
Akhirnya, kami berharap tulisan kami ini bermanfaat bagi diri kami dan kaum muslimin.
وَ الله أعْلمُ بِالصَوّاب وَ سَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Surabaya, 27 Muharram 1434 H
 
Al-Faqir ilaa maghfirati Rabbihi,
Abu Mas’ud Abdurrahman Jarot Al-Magetaniy (pengajar SDIT Darul Arqam Surabaya)

Toleransi Beragama , Bolehkah ?

02.41 Add Comment
By : Ustadz Aboe Syuja '
Dipublikasikan juga di majalah elfata, edisi 05 vol. 14
“Saya punya teman baik banget. Cuman agamanya bukan islam. Sampai sekarang saya masih berteman dengannya. Gimana ustadz? Boleh ngak dalam islam seperti ini? Kan, katanya kita harus toleransi dalam beragama” Tanya salah seorang siswa kepada saya. Maka, akhi dan semua sobat fata inilah jawabannya. Bagaimanakah toleransi dalam islam?
———————————————————
Yap, Sering kita mendengar ceramah dari sebagian orang yang katanya disebut dengan ulama, mereka menyerukan untuk bertoleransi dengan agama-agama yang lain. Bersikap lunak dan menghormati umat antar beragama. Namun bertolak dari itu semua, toleransi yang mereka ajarkan adalah tidak sesuai dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Mereka mengartikan toleransi yaitu kaum muslimin ikut andil dalam beberapa ibadah-ibadah mereka, baik itu dengan mengucapkan “Selamat natal” pada hari natal mereka. Ataupun dengan mengucapkan “Selamat tahun baru” pada saat tahun baru masehi. Dan berbagai cara-lain dilakukan oleh mereka orang-orang non-muslim dan sebagian orang yang menganggap dirinya ulama untuk selalu dan  senantiasa toleransi dalam agama.
Perlahan dan perlahan mereka menarik kita kedalam jurangnya, jurang kesyirikan.
Yap, why not?
Salah seorang mantan biarawati terkenal di negeri ini yang kemudian Allah memberinya hidayah dengan masuk islam, ia menyampaikan dalam sebuah ceramahnya “Orang-orang nashara sekarang sedang memberi umpan untuk kaum muslimin. Agar dengan umpan tersebut kaum muslimin bisa terpancing untuk mengikuti agama mereka. Ibaratnya ayam, jika diberi umpan, maka ia akan mendekat. Nah, umpannya apa? Yaitu dengan mengucapkan ‘selamat Idul Fitri’ pada saat hari raya idul fitri dan ‘selamat idul adha’ pada saat idul adha. Yang kemudian hari, orang-orang muslimin akan menyimpan sebuah image ‘meraka (nashara) aja ngucapi selamat hari raya kita, masak kita ngak ngucapin selamat buat mereka?’”.
Pertanyaannya, apakah sama ucapan selamat orang kafir untuk kaum muslimin dengan ucapan selamat kaum muslimin untuk kaum kuffar? Bagaimana islam mentolerirkannya?
Ok guys,
Kita akan mengambil sebuah ilustrasi yang pernah terjadi di zaman Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Sobat pernah membaca surat alkafirun? Taukah artinya? Apakah sobat pernah membaca tafsir dari surat ini? Jika jawabannya belum tau, maka saya akan memberitahu anda bagaimana kronologi sampai ayat ini diturunkan.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 14, hal. 425 disebutkan tentang sikap rang-orang kafir Quraiys yang datang menghadap Nabi –shallallahu’alaihi wasallam- dan menawarkan sikap toleransi mereka. Apa yang meraka katakan?
يَامُحَمَّدْ،هَلُمَّفَلْنَعْبُدمَاتَعْبُد،وَتَعْبُدُمَانَعْبُدُ،وَنَشْتَرِكُنَحْنُوَأَنْتَفِيْأَمْرِنَاكُلِّهِ،فَإِنْكَانَالَّذِيْجِئْتَبِهِخَيْرًامِمَّابِأَيْدِيْنَا،كُنَّاقَدْشَارِكْنَاكَفِيْهِ،وَأَخَذْنَابِحَظِّنَامِنْهُ.وَإِنْكَانَالَّذِيْبِأَيْدِيْنَاخَيْرًامِمَّابِيَدِكَ،كُنْتَقَدْشَرِكْتَنَافِيْأَمْرِنَا،وَأَخْذتَبِحَظِّكَمِنْهُ
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (orang muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala amalan agama kita. Apabila ada dari sebagian agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebailiknya, apabila ada dari ajaran agama kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya”
Nah, apakah kemudian Rasulullah lansung menerima penawaran toleransi dari orang-orang Quraiys tersebut. Tentu jawabannya adalah Allah menurunkan surat Al-Kafirun, sebagai jawaban atas tawaran orang Quraiys tersebut’
قُلْيَاأَيُّهَاالْكَافِرُونَ{1}لآَأَعْبُدُمَاتَعْبُدُونَ{2}وَلآَأَنتُمْعَابِدُونَمَآأَعْبُدُ{3}وَلآَأَنَاعَابِدُُمَّاعَبَدتُّمْ{4}وَلآَأَنتُمْعَابِدُونَمَآأَعْبُدُ{5}لَكُمْدِينُكُمْوَلِيَدِينِ{6}
Katakanlah, “Wahaiorang-orangkafir!(1)Akutidakakanmenyembahapayangkamusembah.(2)DankamubukanlahpenyembahTuhanyangakusembah.(3)Danakutidakpernahmenjadipenyembahapayangkamusembah,(4)Dankamutidakpernah menjadipenyembahTuhanyangakusembah.(5)Untukmuagamamu,danuntukkulah,agamaku.(6)(QS.Al-Kafiruun:1-6)
Jadi, bisa disimpulkan bahwa toleransi yang di tawarkan oleh orang non-islam itu tidak sama dengan toleransi yang diajarkan oleh islam. Islam mengajarkan berbuat baik dan salih kasih sayang kepada siapapun tapi tidak mengajarkan kepedulian dalam mengikuti ajaran mereka.
Antara dua wajah
Saya ingin menyajikan satu contoh konkrit dikehidupan bermasyarakat antar beragama, terutama di negara yang kita cintai ini. Perhatikan, di kalangan para remaja pra sekolah, mulai dari SD sampai tingkat jenjang paling tinggi jenjang universitas. Yaitu persahabatan antar dua agama, si fulan A bergama islam dan si fulan B beragam kristen. Dan ini menjadi satu paket yang tidak keberagama1.jpgbisa dipungkiri, terutama di sekolah-sekolah umum.
Nah, bagaimanakah islam memandangnya?
Maka saya ingin menjelaskan sedikit dari apa yang telah di jelaskan oleh para ulama, bahwa berteman dengan dengan non-muslim hukumnya adalah haram. Adapun berbuat baik dan bermuamalah dengan orang non-muslim maka hal ini tidak mengapa. Karena Rasulullah juga pernah bermuamalah dengan orang yahudi dalam hal pegadaian baju besi dengan makanan. Aka tetapi Rasulullah tidak berteman (bersahabat) dengan mereka. Karena berteman hanya boleh dengan sesama muslim,
Allah ta’ala telah berfirman
إِنّمَاالْمُؤْمِنُونَإِخْوَةٌ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS. Al-Hujuraat : 10)
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya ketika berkomentar tentang ayat tersebut menyebutkan beberapa hadits, diantaranya
المُسْلِمُأَخُوْالمُسْلِملَايَظْلِمُهُوَلَايُسْلِمُهُ
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh mendhalimi dan membiarkannya (didhalimi)” [HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad]
Wallahuta’ala a’lam bisshowab
Walau Hanya Sebiji Kurma

Walau Hanya Sebiji Kurma

02.37 Add Comment
kurma2“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah”. Demikianlah prinsip yang telah ditanamkan oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- kepada para sahabatnya, dan prinsip ini pula ditujukan untuk semua umatnya sampai hari kiamat kelak.
Salah satu akhlak terpuji yang diajarkan oleh islam adalah berinfaq, yaitu dengan memberikan sebagian dari harta yang kita miliki untuk orang-orang yang membutuhkan. Sungguh wahai kaum muslimin, jika kita mau melihat kepada orang-orang dibawah kita dalam tingkatan ekonomi, maka akan kita dapatkan banyak dari kaum muslimin yang membutuhkan uluran tangan dari saudaranya seiman walau hanya dengan seribu rupiah. Inilah faedah dari perintah Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- yang telah diterangkan dalam Sabdanya,
“Lihatlah kepada orang yang dibawahmu, dan janganlah kamu lihat kepada orang yang diatasmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah Nabi diatas mengandung banyak faedah untuk kita telusuri. Salah satu faedah agung yang bisa kita ambil adalah saat kita menerapkan konsep diatas, maka kita akan mendapatkan begitu banyak dari saudara kita yang membutuhkan uluran tangan atau bantuan dari kita. Nah, saat itulah hati kita akan tergerak untuk menginfakkan sebagian dari harta yang kita miliki.
Teladan yang baik
Coba sejanak kita menelusuri kehidupan para sahabat ­-ridhwanallahum- yang mereka semua terkenal dengan ummatus shadaqah.
Teladan pertama: Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau sosok yang gemar berinfaq, ketika membebaskan beberapa budak dan juga ketika persiapan jaisyul ‘usrah (pasukan sulit), untuk perang tabuk. Sampai-sampai Rasulullah bertanya kepada beliau, “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?”. Maka dia menjawab: “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Dawud: 1678)
Teladan kedua: Utsman bin Affan. Sosok yang mulia ini, tidak pernah berat untuk berinfak di jalan Allah, berapapun besarnya harta yang diinfakkan. Beliau keluarkan seribu dinar (emas) dan 300 ekor unta guna menyiapkan Jaisyul ‘Usrah, pasukan perang ke Tabuk, yang berjumlah tidak kurang dari 30.000 pasukan. Sambil membolak-balikan emas yang Utsman -radhiallahu ‘anhu-infakkan, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَاضَرَّعُثْمَانَمَاعَمِلَبَعْدَالْيَوْمِ
  “Tidaklah membahayakan bagi Utsman apapun yang dia lakukan sesudah hari ini.” (Karena sesungguhnya dia telah diampuni”
Allahu Akbar! Betapa indah sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- mengiringi pengorbanan Utsman bin Affan -radhiallahu ‘anhu-. Allah –subhanahu wata’ala- terima infak itu, Allah pelihara dengan tangan kanan-Nya yang mulia dan Dia lipat gandakan pahala untuknya.
Teladan ketiga: Abdurrahman bin Auf. Salah satu kejadiannya juga saat perang tabuk, jika Utsman menginfakkan seperti tersebut diatas, maka Abdurahman bin Auf ketika menjelang Perang Tabuk mempelopori dengan menyumbang dana sebesar 200 Uqiyah Emas.
1 uqiyah emas = 31,7475 gr emas. Maka coba anda jumahkan sendiri berapa semuanya.
Dan subhanallah disaat menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah.
Manfaat dari sedekah
Amalan yang paling utama dan paling mulia
Bersedekah merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-.
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.Tangan diatas adalah yang memberi dan tangan dibawah adalah yang menerima” (HR. Muslim)
Pahala yang tiada henti
Orang yang berinfaq akan mendapatkan pahala yang tiada henti disisi Allah –subhanahu wata’ala-. Pahala bersedekah akan terus mengalir sampaipun seorang anak Adam telah masuk keliang lahat, pahala sedekah ini akan terus mengiringinya.
“Apabila seorang anak Adam meninggal dunia maka akan terputus segala amalannya, kecuali tiga perkara, diantaranya: sedekah jariah” (HR. Muslim no.1631)
Apapun yang kita infaqkan dijalan Allah, janganlah merasa dirugikan. Tanamkan pada diri kita bahwa disisi Allah terdapat ganti yang lebih mulia daripada yang kita infaqkan.
Mendapat naungan Allah saat berada dipadang mahsyar
Padang mahsyar merupakan tempat berkumpul seluruh umat manusia setelah hari kebangkitan, semua amalan akan diperlihatkan dipadang mahsyar, hari hisabpun akan berlanjut disana. Saat itu tak ada seorangpun yang mendapatkan naungan kecuali siapa saja yang dinaungi oleh Allah dibawah naungan-Nya. Dan orang yang gemar berinfaq ia akan menjadi salah satu orang yang mendapat lindungan Allah –subhanahu wata’ala-. Sebagaimana yang digambarkan dalam sebuah hadist Nabi –shallallahu ‘alaihi wasllam-,
“Tujuh golongan yang mendapat lindungan Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungannya. Disebutkan diantaranya: Seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya (dari penglihatan manusi), sampai tangan kirinya pun tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya” (HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712)
Ganjaran yang berlipat
Sedekah yang kita infaqkan pula akan berlipat ganda pahala yang diberikan oleh Allah –subhanahu wata’ala-. Allah –subhanahu wata’ala- mengabarkan dalam firman-Nya,
“Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah maha luas maha mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 261)
Investasi yang paling berharga
Inilah investasi (tabungan) untuk akhirat. Inilah investasi yang sebenarnya, demi masa depan yang akan kita hadapi kelak. Sebuah amalan yang akan membantu kita dipadang mahsyar dan untuk meringankan kita dari siksa api neraka.
Sebagian orang takut untuk mengeluarkan uangnya demi sebuah kebaikan karena berkurang dari hartanya walau hanya sekedar memberikan seribu rupiah kepada orang yang membutuhkan, harus mikir dulu. Apalagi untuk memberi lebih dari itu. Ini sungguh nista.
Orang yang bersifat bakhil dan tidak mau memikirkan orang lain, merupakan orang yang sangat tercela dalam agama islam. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk bersifat bakhil.
“Jagalah diri kalian dari siksa api neraka, walaupun dengan bersedekah separuh kurma. Namun siapa yang tidak mendapatkan sesuatu yang bisa disedekahkannya maka dengan (berucap) kata-kata yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 2346)
Sudah berapa banyak hadits yang telah sampai kepada kita tentang keutamaan infaq dan shadaqah. Namun masih sangat sulit dalam pengamalannya.
Solusi bagi yang nggak punya harta!
Banyak orang yang mengeluhkan, nggak bisa bersedekah karena nggak punya uang. “saya miskin”, “saya hanya pas-pasan”, “kalo saya kaya saya akan bersedekah sebanyak-banyaknya”. Dan berbagai ungkapan lainnya yang sering tersebar dikalangan masyarakat. Namun, apakah ini akan menjadi solusi hanya dengan mengeluh dan berangan-angan, tentu jawabannya adalah tidak!
Kondisi inipun terjadi dimasa Nabi –shallallahu ‘alihi wasallam-, saat sekelompok orang-orang miskin mendatangin Nabi –shallallahu’alaihi wasallam- untuk mengadu nasib. Perihal ini digambarkan dalam hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-,
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepada Rasulullah:“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya pergi dengan memborong banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami mengerjakan shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Bukankah Allah –suhnahu wata’ala- telah menjadikan kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan?. Ketahuilah sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid juga sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan dan mencega dari kemungkaran juga sedekah, bahkan persetubuhan yang kalian lakukan dengan istri juga bernilai sedekah” (HR. Muslim no. 2376)
Saudaraku…
Jadi tidak ada alasan jika kita mengatakan saya nggak bisa bersedekah. Semuanya yang kita lakukan dalam amalan kebaikankurmaadalah sedekah. Dan infaq atau sedekah harta lebih utama dari itu semua.
Marilah kita gemarkan bersedekah dimulai dari diri kita sendiri. Janganlah merasa dirugikan walau hanya dengan beberapa ribu dari harta yang kita miliki. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan naungan-Nya diakhirat kelak pada hari dimana tidak ada lindungan kecuali naungan-Nya. Amin ya Rabbal ‘aalamin
Wallahua’alam bisshowab.